BAB 10 MEMBANGUN BAHTERA RUMAH TANGGA
Pada tahun 1962, Leries diwisuda sebagai seorang Pengatur Rawat. Sejak waktu itu dia menjadi pegawai misi yang bekerja di Rumah Sakit Advent Bandung seperti juga halnya Perry. Sekarang, keduanya sama-sama menjadi pegawai misi yang bekerja di Rumah Sakit Advent. Kalau Perry pada waktu mulai bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Advent, Bandung ditugaskan sebagai Supervisor Central Supply, maka Leries ditugaskan sebagai Supervisor Kitchen and Diet Therapy. Mereka berdua menjadi supervisor, suatu hal yang jarang terjadi bagi para perawat yang baru saja diwisuda.
Dalam kesibukan tugas mereka masing-masing, hubungan pacaran mereka terus berlanjut, semakin dekat satu sama lain, dan semakin memahami sifat dan keadaan masing-masing. Mereka tidak menemukan masalah yang berarti selama masa berpacaran, masih selalu bisa diatasi bersama. Mereka berdua akhirnya sepakat untuk secepatnya melangsungkan pernikahan mereka supaya dengan demikian mereka bisa melanjutkan karir pelayanan sebagai perawat misi (missionary nurse).
Untuk rencana tersebut, mereka mulai berkonsultasi dengan para orang tua di Bandung, para pendeta, dan para pimpinan di Rumah Sakit Advent. Mereka menyatakan niat mereka berdua untuk membentuk rumah tangga, dengan sumber dana yang sangat minim. Para pihak ini kemudian mendorong Perry dan Leries untuk melakukan pernikahan walaupun dengan cara yang sederhana sesuai kemampuan. Saran-saran yang diberikan sangat berharga bagi Perry dan Leries. Mereka juga menyatakan kesiapan mereka untuk membantu sesuai kemampuan mereka.
Sementara sejumlah persiapan terus berlangsung, berita dari kampung halaman juga telah datang kepada mereka dari orangtua masing-masing, menyatakan persetujuan mereka. Mereka juga mengabarkan bahwa penyelesaian adat istiadat yang berhubungan dengan itu telah diselesaikan dengan baik di kampung, tanpa Perry dan Leries harus hadir. Hal itu mendorong mereka berdua untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan terlaksananya pernikahan.
Walaupun dalam keterbatasan, Perry mengurus rencana pernikahan ke kantor Catatan Sipil di kantor Walikota Bandung. Mereka menetapkan tanggal pernikahan jatuh pada 20 Februari 1963. Mereka kemudian mengunjungi teman-teman dan kenalan-kenalan untuk menyatakan keputusan mereka untuk menikah dan memohon bantuannya. Mereka berdua telah bertekad untuk melaksanakan pernikahan tanpa harus berhutang kepada siapapun, termasuk kepada instansi tempat mereka bekerja. Yang terpenting, menurut mereka, pernikahan itu dilaksanakan dengan resmi, sah, walaupun tidak dengan mewah.
Pada masa persiapan tersebut, terselip cerita unik yang akan selalu mereka ingat. Ketika itu Perry pergi menemui seorang teman, seorang penjual beras di dekat stasiun kereta api. Perry mengatakan bahwa mereka akan menikah. Sang teman kemudian memberikan sekarung goni beras seberat 100 kg. Dia mengatakan bahwa Perry tak perlu membayarnya, karena beras itu adalah bantuan untuk pernikahan mereka.
Bahagia mendapat bantuan beras tersebut, Perry langsung membawanya ke salah satu kenalan baik Perry, Ibu Pdt. Tan Peng Hong, dan mengatakan "kami ini mau kawin, tante yang harus memasak makanannya, jadi yang kami bisa bantu hanya satu karung beras ini". Lalu tantenya balik bertanya, "berapa jumlah undangan kamu?". Perry menjawab, "yaa paling-paling 300 orang tante". Spontan sang tante mengatakan, "mana bisa hanya segini?". Perry kemudian dengan santai menjawab, "ya justru itu tante, saya datang kesini, karena tahu tante mungkin bisa bantu bagaimana itu bisa”. Sambil bingung, sang tante akhirnya mengatakan, “ya sudah, saya bikin nasi goreng istimewa". Perry lalu dengan senang mengatakan terserah mau buat bubur juga terserah yang penting tante bantu. Dan memang akhirnya yang dibuat adalah nasi goreng.
Akhirnya, dengan pertolongan Tuhan, pernikahan antara Perry dan Leries dilaksanakan di Bandung pada tanggal 20 Februari 1963, tanpa dihadiri oleh para orangtua dari kedua belah pihak. Pelaksanaan pernikahan mereka didukung penuh oleh para pimpinan RSA Bandung, teman-teman, para keluarga di Bandung, dan para sahabat-sahabat serta teman-teman dan kenalan-kenalan yang ada di Bandung. Mereka sudah bertekad untuk tidak melupakan jasa, pertolongan, serta bantuan mereka semua, baik bantuan material, moral dan tenaga serta nasihat dan petunjuk untuk terlaksananya pernikahan ini dengan baik dan dengan penuh kebahagiaan.
Mereka-mereka tersebut di antaranya adalah Bapak Pdt. A. P. Mamora, salah seorang dosen di Indonesia Union Seminary, yang bertindak sebagai orangtua Perry di Bandung. Nasihat-nasihat beliau selama masa itu sungguh sangat berharga bagi Perry. Kel. Pdt. R. I. Sarumpaet, yang juga memberikan petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihatnya, sehingga pernikahan itu dapat terlaksana dengan baik. Pdt. A.L. Lesiasel, Ketua Daerah Misi Advent Jawa Barat pada saat itu, yang memimpin dan melaksanakan pemberkatan. Kolonel Sitorus, atas bantuannya memberikan gedung Ajudan Jenderal untuk Perry dan Leries gunakan sebagai tempat resepsi pernikahan. Dr. Jess C. Holm, Direktur Rumah Sakit Advent Bandung dan keluarga yang mendukung penuh pernikahan itu. Juga tidak bisa dilupakan adalah bantuan Keluarga Mr. Barber, Manager Indonesia Publishing House, yang bertindak sebagai “supir” pengantin, dan Mrs. Barber sebagai penghias pengantin perempuan. Secara khusus Perry dan Leries juga bersyukur dan berterimakasih kepada Ibu Pdt. Tan Peng Hong, yang bertindak sebagai catering penyedia makanan pada resepsi pernikahan itu. Juga kepada Majelis Jemaat Jl. Naripan yang telah memberikan Gereja GMAHK Naripan mereka gunakan sebagai tempat kebaktian pemberkatan nikah.
Masih banyak lagi teman-teman dan sahabat-sahabat yang mendukung sepenuhnya dalam berbagai hal yang tidak dapat Perry dan Leries sebutkan satu-persatu, dan tanpa bantuan dan pertolongan mereka tidak mungkin terlaksana pernikahan mereka berdua. Semoga Tuhanlah yang membalaskan kebaikan itu kepada mereka masing-masing. Terpujilah nama Tuhan atas semua kebaikan mereka.