BAB 9 RENCANA TUHAN UNTUK PERRY

 Bagi seorang Perry Alus Siboro, Tuhan selalu menunjukkan tanda-tanda arah yang sesungguhnya lebih baik untuk dia pilih. Seseorang boleh saja berkehendak lain, tetapi Tuhan juga yang menentukan jalan hidup seseorang itu. Menjadi seorang perawat merupakan bukti dari Kuasa Tuhan atas dirinya, suatu profesi yang sempat dua kali berusaha ia tinggalkan tetapi pada akhirnya kembali lagi menjadi suratan takdir baginya. Pengalaman hidupnya itu membuat dirinya mengerti bahwa Tuhan selalu menunjukkan tanda-tanda arah yang sesungguhnya lebih baik kita pilih. Sering kita mengabaikan petunjuk Tuhan dalam hidup kita, tetapi sejauh kita jujur terhadap diri kita sendiri dan terhadap rencana Tuhan melalui perenungan-perenungan, maka rencana yang dibuat Tuhan senantiasa jauh lebih baik. 

Pada saat itu Perry telah memutuskan untuk menjadi seorang perawat, namun masih ada hal yang mengganjal dalam niatnya mengabdi menjadi perawat Kristen. Pekerjaan yang dia lakukan sekarang tidaklah langsung berhubungan dengan para pasien yang membutuhkan pelayanan. Pada masa itu sering timbul kejenuhan terhadap apa yang dia lakukan. Terdidik sebagai seorang perawat, namun sekarang bekerja hanya dengan alat-alat kesehatan, tidak secara langsung berinteraksi dengan pasien.

Dalam perenungannya, dia teringat semasa melaksanakan praktikum dulu saat masih sekolah, memeriksa dan mengobati orang sakit di Balai Pengobatan Advent, yang berlokasi di Jl. Kiaracondong, Bandung. Kepuasan jiwa yang dirinya dapatkan ketika bisa berinteraksi langsung dengan para pasien dan membantu permasalahan yang mereka hadapi membuatnya rindu. Setiap senyum para pasien yang berhasil dia bantu membawa lamunannya jauh ke masa lalu. Sanubarinya terus bergolak mengajaknya untuk bisa menjadi lebih dekat kepada para pasien dan memberikan pelayanan yang lebih baik untuk mereka. Desir semangat kerinduan untuk melibatkan diri langsung dalam pelayanan sesama manusia mengalir deras dalam darahnya.   

Lamunan kerinduannya pun buyar ketika dirinya kembali kepada kerasnya tembok kenyataan. Niatnya melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran sudah tidak mungkin karena ketiadaan biaya. Hasratnya yang lain untuk menjadi bidan, yang dapat membantu langsung para ibu yang membutuhkan pelayanan, juga tak dapat diraih. Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, lamarannya ke Sekolah Bidan di Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung, tak diterima, karena menurut Ibu direktur Sekolah Bidan waktu itu, sampai saat itu belum ada laki-laki yang mengikuti pendidikan bidan. Tak banyak yang dapat dia lakukan untuk memenuhi panggilan kerinduan sanubarinya pada saat itu. 

Namun Tuhan sekali lagi memiliki rencana lain bagi seorang Perry. Pada suatu hari, dirinya bertemu dengan Sdr. Maruli Sinaga yang dikala itu menjabat sebagai Sekretaris/Bendahara Daerah Misi Advent Sulawesi Selatan di Makassar. Beliau menawarkan kepadanya untuk menjadi Direktur Balai Pengobatan Advent Makassar. Tawaran ini tersedia karena pemimpin Balai Pengobatan Advent Makassar adalah seorang rekan perawat dari Rumah Sakit Advent Bandung dan saudara ini berencana untuk melanjutkan pendidikannya di Bandung dalam waktu dekat. Itulah sebabnya dicarikan tenaga baru untuk menggantikannya.

Panggilan untuk memimpin Balai Pengobatan Advent Makassar  dianggap oleh Perry sebagai panggilan dari Tuhan untuknya, dan sebagai jawaban terhadap kondisi kejenuhannya selama ini, serta memenuhi kerinduanya untuk melakukan pelayanan langsung kepada pasien. Bagi dirinya inilah nasib yang telah di tentukan Tuhan sebagai langkah hidup selanjutnya. Namun di sisi lain, dirinya tak melupakan seorang Leries Nurhayati Sitorus, wanita yang sedang dipacarinya pada saat itu. Dia menyadari hubungannya dengan Leries sudah cukup dekat dan sudah saatnya berpikir untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, bersatu dalam pernikahan yang kudus. Tetapi pada saat itu mereka masih belum tahu apa yang harus mereka lakukan untuk mewujudkan niat mulia membentuk mahligai rumah tangga karena masih banyak tantangan dan hambatan yang harus mereka hadapi.

Kembali Perry berada dalam situasi harus memilih di antara dua kesempatan emas dalam genggaman tangannya, yaitu panggilan Tuhan menjadi pimpinan Balai Pengobatan Advent Makassar atau membangun bahtera rumah tangga yang kudus bersama Leries. Dirinya memutuskan untuk mengutarakan kesediaannya kepada Sdr. Maruli Sinaga, serta niatnya untuk menikahi Leries, dan bertanya apakah kesempatan menjadi pemimpin Balai Pengobatan itu bisa menunggu sampai mereka selesai melangsungkan pernikahan, yang waktunya belum dapat Perry tentukan kapan. Sdr. Maruli Sinaga pun menyambut rencana yang diutarakannya dengan positif; kepadanya dikatakan bahwa memang lebih baik bagi dirinya untuk menikah terlebih dahulu sebelum datang ke Makassar. Permasalahan waktu pernikahan yang belum dapat ditentukan juga bukan masalah. Selanjutnya beliau mengatakan agar nanti setelah melangsungkan pernikahan segera mengabarinya agar Daerah Misi Sulawesi Selatan dapat mengirimkan surat panggilan resmi untuk suami istri kepadanya, dan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pemanggilan itu. Lega dirasakan oleh Perry pada saat mendengar perkataan Sdr. Maruli Sinaga itu. Sekali lagi desir semangatnya bergejolak, tak sabar rasanya menjelang rencana besar Tuhan  yang telah dipersiapkan baginya. Hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah mempersiapkan pernikahannya dengan Leries.