BAB 11 JUST FORGET ABOUT MAKASSAR

Enam bulan sudah berlalu sejak menerima pangggilan tugas memimpin Balai Pengobatan Advent Makassar dari pimpinan GMAHK Daerah Sulawesi Selatan. Pernikahan yang menjadi alasan untuk menunda keberangkatan ke Makassar sudah dilangsungkan pada 20 Febuari 1963, dan Perry telah resmi menjadi suami-istri dengan Leries. Selanjutnya adalah saat memenuhi panggilan tersebut untuk memberikan pelayanan di Makassar. Segala sesuatunya memang benar sudah diatur, panggilan juga sudah diberitahukan kepada Pimpinan Rumah Sakit Advent Bandung, tempat Perry dan Leries bekerja, dan mereka pun sudah tidak keberatan untuk melepaskan kepergian ke Makassar.  

Urusan yang terkait dengan GMAHK Daerah Sulawesi Selatan juga berjalan dengan baik. Perry sudah menghubungi dan memberitahukan rencana keberangkatan mereka, dan dari pihak Makassar pun sudah memberikan petunjuk sehubungan dengan biaya transportasi menuju sana. Rumah kontrakan yang mereka tinggali selama ini di Bandung telah dikembalikan kepada pemiliknya, bahkan kasur dan bantal telah dijual. Barang perabotan telah dibungkus rapi serta sudah siap dibawa pindah ke Makassar. Peralatan rumah tangga lain yang tidak memungkinkan dibawa, sudah dijual atau diberikan kepada teman-teman yang mungkin membutuhkan pada saat itu. 

Mereka pun juga mempersiapkan sebuah acara malam perpisahan dengan pimpinan dan rekan-rekan kerja mereka di RSA Bandung. Pada malam perpisahaan itu mereka berpamitan dan dengan resmi mengumumkan bahwa alamat mereka selanjutnya adalah Balai Pengobatan Advent, Jl. Durian No. 28, Makassar, Sulawesi Selatan.

Pagi setelah malam perpisahan di Bandung, Perry pergi menghadap Ketua GMAHK Uni Indonesia, yang pada waktu itu dijabat oleh Pdt. Wendell L. Wilcox, di kantornya di Jl. Tamansari No. 40, Bandung. Maksud kedatangan ke sana adalah untuk berpamitan dan sekaligus meminjam uang untuk ongkos ke Makassar sesuai dengan instruksi yang diberikan  Sdr.Maruli Sinaga, Sekretaris-Bendahara GMAHK Daerah Sulawesi Selatan pada saat itu.

Namun apa yang dihadapinya di kantor tersebut adalah rencana Tuhan yang tidak terduga. Pdt. Wilcox mengatakan, “Just forget about Makassar!”. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, apa yang didengarnya tidak dapat dipercaya, rasa kaget bercampur kepanikan membuat apa yang dikatakan beliau kepadanya tidak dapat dimengerti. 

Yang selanjutnya terdengar dari perkataan Pdt. Wilcox hanyanya beliau berkali-kali mengatakan “Just forget about Makassar!. Dirinya mencoba mencerna semua perkataan sang pimpinan tetapi tidak dapat dimengertinya apa yang terjadi di Makassar sampai membuatnya tak bisa pergi kesana. Kabut kekalutan kembali menyelubunginya. Pikiran Perry malah melanglang buana ke kenyataan dirinya dan Leries telah membuat acara perpisahan semalam. Mereka sudah tidak memiliki rumah, lalu ke mana dan apa yang harus dilakukan jika tidak pergi ke Makassar. Mau taruh di mana muka ini... itu yang terpikir olehnya pada saat itu.

Akhirnya dirinya mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa untuk mempertanyakan nasibnya, dan bertanya, “Jadi bagaimana ini?” Pdt. Wilcox lalu berkata, “Just calm down, nothing to do in Makassar”. Lalu dirinya kembali menjawab “If you said I should forget about Makassar, it will be OK for me, but I have to go.” Mendengar itu beliau langsung katakan, “Very good, Siboro. You have to go, but not to Makassar. You go to Kalimantan Barat.” 

Petir di siang bolong kembali menyambarnya di tempat yang sama untuk kedua kalinya. Kalimantan Barat! Sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Dia teringat pernah mendengar nama tempat itu, di mana di sana pasangan suami-istri seniornya Saudara George Mandry dan isterinya, Elsye Pangkey tinggal di sana. Tetapi sudah lama dia tidak pernah mendengar berita dari mereka. Siapa saja pejabat-pejabat GMAHK di daerah itu pun tak ada yang dia kenal atau pernah kenal atau pernah dengar nama mereka. Sedangkan di GMAHK Daerah Sulawesi Selatan ada orang-orang yang dirinya kenal seperti Sdr. Maruli Sinaga, Sekretaris-Bendahara Daerah itu, seorang alumni dari UNAI, yang sudah dikenal baik dan beberapa kali sudah mengadakan kontak sehubungan dengan rencana kedatangannya ke sana. Juga pimpinan Balai Pengobatan Advent Makassar saat itu pun adalah seniornya yakni, Sdr. Wim Sumarandak. Pada rencana awal dia didatangkan ke sana adalah untuk menggantikan beliau, sebab beliau hendak kembali ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya. Dirinya masih belum bisa menerima apa yang baru saja terjadi pada nasibnya, Kalimatan Barat, Pontianak! Apa yang akan terjadi pada dirinya dan istrinya, Leries?

Kemudian, Pdt. Wilcox bercerita sedikit mengenai pekerjaan di Kalimantan Barat. Beliau mengatakan, di pedalaman ada Balai Pengobatan Advent yang sudah ditutup sebab petugasnya sudah meninggalkan tempat itu kembali ke Manado. Ia juga memberitahukan nama-nama pejabat di Daerah Kalimantan Barat, yaitu Pdt. N. G. Hutauruk, sebagai Ketua Daerah, dan Sdr. Daud Sakul, sebagai Sekretaris-Bendahara di sana. Beliau mencoba menenangkan dirinya dengan bercerita tentang siapa-siapa yang akan ditemui di sana. Karena tak tahu harus berbuat apa lagi selain harus keluar dari Bandung, Perry pun setuju untuk bertugas di Kalimantan Barat sana. 

Setelah mendapatkan keputusan Perry untuk pergi ke Kalimantan Barat, Pdt. Wilcox lalu menyuruh Pdt. Gordon Bullock, Bendahara Uni Indonesia waktu itu, untuk memberikan pinjaman uang untuk ongkos ke Kalimantan Barat. Lalu juga sekaligus mengirimkan surat ke Kalimantan Barat, untuk mengabarkan bahwa Perry dan Leries akan datang untuk bertugas di Balai Pengobatan Advent, di Kalimantan Barat. Namun pada saat itu tempat tugas tidak diberitahukan kepada dirinya. Menurut beliau masalah tempat penempatan akan diberitahukan kemudian oleh pimpinan di Kalimantan Barat. Surat pun tidak diberikan langsung untuk dibawa Perry, tetapi dikirim melalui pos. 

Segera setelah menerima uang, Perry pun meninggalkan Kantor Uni kembali ke rumah dan bertemu dengan sang istri.  Setelah memberitahukan kepada istrinya  bahwa mereka tidak berangkat ke Makassar, tetapi ke Kalimantan Barat, istrinya pun tak percaya dan terkejut. 

Pada akhirnya mereka pun meninggalkan Bandung menuju Jakarta dan selanjutnya menuju Pontianak, berganti haluan dari tujuan mereka sebelumnya ke Makassar. Kenyataan ini tidak diketahui seorang rekan pun di Bandung, sejauh yang rekan-rekan mereka tahu adalah mereka pergi meninggalkan Bandung menuju Makassar, bukan Pontianak. 

Seminggu kemudian, Perry dan istrinya tiba di Pontianak. Perry lalu segera setelah sampai di sana, melaporkan diri ke Pdt. N. G. Hutauruk, sang Ketua Daerah. Namun kejutan untuk pasangan suami-istri itu belumlah berakhir. Melihat kedatangan mereka alih-alih sambutan yang di dapat, malah Sang Ketua Daerah merasa kaget, hampir tak percaya. Beliau mengatakan, tidak pernah ada pembicaraan tentang kedatangan mereka, dan beliau pun tidak mengenal siapa itu Perry. Kemudian, pelan-pelan dirinya mencoba menceritakan apa yang terjadi di kantor Ketua Uni, yang berakhir dengan keputusan penugasannya secara mendadak ke Kalimantan Barat. Dirinya juga mengatakan bahwa Ketua Uni sudah menyuruh mengirimkan surat ke GMAHK Daerah Kalimantan Barat untuk mengabarkan maksud dan kedatangan mereka. Sayangnya surat itu belum diterima oleh Ketua Daerah. Pada saat itu dengan fakta yang begitu sedikit, terlihat sangat sulit bagi Sang Ketua Daerah untuk memahami alasan keberadaan mereka di sana. 

Yang terjadi selanjutnya pada Perry dan Leries adalah mereka harus menunggu kepastian situasi mereka. Selama beberapa jam tanpa kepastian itu, barang-barang mereka pun harus menunggu di depan balai Pengobatan Advent, Pontianak. Lama menunggu kepastian, akhirnya Ketua Daerah menyuruh mereka agar menunggu dulu di Pontianak sampai surat dari Uni itu tiba. Sambil menunggu kabar dari Uni, mereka sementara dititipkan di rumah Keluarga George Mandry di Balai Pengobatan Advent Pontianak.

Seminggu lebih lamanya mereka lagi-lagi menunggu kepastian nasib mereka, menanti surat dari Uni yang akan menjawab semua pertanyaan pihak Kalimantan Barat. Akhirnya datanglah surat yang dinanti, Perry pun dipanggil kermbali menghadap Ketua Daerah. Dalam pembicaraan waktu itu beliau mengakui kebenaran semua keterangan yang dia berikan ketika datang. Beliau berkata pada dirinya “Bersiaplah pergi ke pedalaman”. Rupanya mereka akan ditempatkan di Balai Pengobatan Advent di Sedau, Singkawang, kira-kira 120 km jauhnya ke sebelah utara Pontianak. 

Pada saat itu keadaan di Sedau jauh lebih parah dibanding dengan kampung halamannya di Sidikalang. Rencana keberangkatan mereka pun dipersiapkan. Setibanya di Sedau, mereka lalu diperkenalkan kepada Keluarga G. A. Muntu, Kasir sekaligus Administrator Klinik yang sudah beberapa waktu lamanya ditutup.

Akhirnya, secara resmi mereka pun bertugas memimpin Balai Pengobatan Advent Sedau, satu-satunya Balai Pengobatan di Sedau, sebuah desa nelayan yang kecil dan terletak di tepi Sungai Atap (Atap Kong). Melalui tangan Tuhan mereka ditempatkan di desa kecil, sebuah desa yang pada saat itu belum dimasuki jaringan listrik, sehingga kalau malam hari tiba, seluruh kampung gelap gulita dan sunyi senyap. Waktu itu terbesit dalam pikiran Perry, kenapa Tuhan, dengan cara-Nya, membawa mereka ke sana. Sungguh, dengan cara yang tak terbayangkan. Tapi seorang Perry tetap yakin, ini adalah bagian dari rencana besar Tuhan untuknya.