BAB 17 KELAHIRAN ANAK PERTAMA
Tanpa terasa oleh Perry dan Leries, mereka sudah lebih dari setahun bertugas sebagai perawat misi di Balai Pengobatan Advent Sedau, Singkawang. Banyak sekali pengalaman setiap harinya yang tidak bisa mereka lupakan begitu saja. Pada saat itu juga sang istri, Leries, tengah mengandung anak pertama mereka. Namun karena keterbatasan di kampung tersebut, istrinya tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan, karena tidak ada dokter kandungan yang bisa terjangkau dari lokasi mereka. Dokter yang ada pada waktu itu di seluruh Kabupaten Sambas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas di Singkawang, dan seorang dokter tentara di Kodim Singkawang. Bidan pun tidak pernah memeriksa kehamilan istrinya. Satu-satunya yang pernah dan selalu memeriksa kehamilan istrinya ialah Perry sendiri. Untunglah Perry dulu pernah belajar ilmu kebidanan selama satu semester dan mempunyai cukup pengalaman dalam praktek sebelum bertugas di Balai Pengobatan Advent Sedau, Singkawang ini.
Sembilan bulan berlalu, akhirnya tibalah saat yang dinantikan oleh mereka, yaitu hari kelahiran anak pertama mereka. Pada waktu itu, di sore hari Perry membonceng sang istri menggunakan sepeda menuju Rumah Sakit Umum, Singkawang. Sesampainya di sana, istrinya langsung dibawa masuk ke ruang bersalin, kemudian para bidan dan perawat yang ada di rumah sakit itu segera melakukan pemeriksaan dan membantu persalinan Leries. Karena hari sudah semakin sore, keadaan rumah sakit pun semakin sepi, dan lorong-lorong rumah sakit menjadi remang-remang karena tak ada penerangan yang cukup. Perry pada saat itu hanya bisa mondar-mandir di gang rumah sakit, dengan harapan dan kecemasan, menanti kabar keadaan istrinya yang sedang berjuang melahirkan anak pertama mereka. Pada saat itu dia tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan bersalin, untuk mendampingi Leries. Hatinya berdegup kencang bercampur dengan perasaan senang menanti kelahiran, sambil juga cemas dan tidak tega melihat istrinya berjuang sendirian.
Bagi dirinya detik-detik menjelang kelahiran anak pertamanya merupakan ketegangan yang sangat mencekam. Tak ada seorangpun yang menemaninya, pikirannya kembali berkecamuk, bagaimana kalau istri dan anaknya tidak selamat dalam proses persalinan, bagaimana kalau harus dihadapkan pada kenyataan Leries tidak selamat dan anaknya selamat, dan banyak sekali pikiran-pikiran yang berseliweran di benak Perry ketika menunggu kelahiran anaknya.
Ketika malam tiba, keadaan sekitar rumah sakit pun menjadi semakin gelap dan mencekam, ditambah dengan suara erangan Leries istrinya dalam proses melahirkan membuat Perry semakin tegang dan bingung. Ada dorongan dalam hatinya untuk menerobos masuk ke dalam, namun dirinya tidak cukup tega menyaksikan semua itu, sehingga akhirnya dia hanya bisa duduk menunduk, dan berdoa berserah kepada Tuhan yang mahakuasa, agar anak dan istrinya selamat.
Beberapa jam akhirnya berlalu, ketegangan Perry pun berakhir ketika pintu kamar bersalin terbuka, seorang perawat muncul dengan menggendong bayi mungil mereka. Sang perawat berkata, mereka dianugerahi seorang anak laki-laki yang sehat dan keadaan ibunya juga baik. Semua berjalan dengan baik, namun perawat mengingatkan untuk jangan dulu menemui isterinya ke dalam, karena masih dalam proses pembersihan. Dia lalu mengucapkan terimakasih pada perawat itu dan bersyukur kepada Tuhan atas berkat-Nya yang sangat besar.
Tak henti-hentinya Perry bersyukur pada Tuhan atas berkat-Nya ini. Apalagi dengan seketika itu saja perasaan tegangnya langsung lenyap. Akhirnya dia bisa menemui Leries, sang istri, pada saat telah siap untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Dia langsung memeluk dan menciumi istrinya yang telah berjuang itu dengan mesra. Keduanya merasakan kebahagiaan yang sangat besar. Segala keluh-kesah yang mereka alami, baik dalam pekerjaan, di rumah, maupun karena kehamilan istrinya, pada saat itu terasa lenyap seketika dan digantikan oleh rasa bahagia.
Ada pelajaran berharga yang didapat oleh Perry, di mana selama ini jika dia sakit, banyak teman-teman yang datang melawat dan memberikan dukungan. Namun, saat ini segalanya harus dihadapinya sendirian bersama istrinya. Kalau biasanya pasien dibawa ke rumah sakit dengan ambulans atau mobil, kali ini seorang pasien yakni istrinya sendiri yang tengah hamil tua, harus dibonceng dengan sepeda sejauh 10 km ke rumah sakit. Puji Tuhan tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, karena Tuhan selalu memelihara hamba-Nya yang melayani masyarakat.
Seminggu kemudian, istri dan anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah dan dalam keadaan sehat. Kepulangan inipun dilakukan dengan membonceng di sepeda. Kondisi istrinya segera pulih dan sehat, serta anak mereka pun bertumbuh dengan baik dan sehat.
Mereka menghabiskan waktu selama 3,5 tahun bertugas di Balai Pengobatan Advent Sedau. Anak mereka yang kedua pun lahir di Rumah Sakit Umum, Singkawang, tanpa ada kesulitan yang berarti. Sungguh besar berkat Tuhan yang mereka rasakan selama bertugas di Balai Pengobatan Advent Sedau. Dengan jumlah pasien yang mereka layani setiap hari rata-rata antara 30 – 35 orang, Perry dan istri merasa menikmati pekerjaan mereka. Kemudian selanjutnya dari sana mereka dipindahkan ke Balai Pengobatan Advent Pontianak.