BAB 15 RUMAH DIATAS LUBANG HANTU
Ketika tengah menikmati pekerjaannya di Balai Pengobatan Advent Sedau, ada cerita lain yang juga cukup menarik. Suatu hari, dirinya sedang duduk-duduk di emperan rumah kontrakan mereka di Kampung Pematang, Sedau. Tiba-tiba lewatlah seorang kakek yang berpostur tubuh bongkok dan berjalan tertatih-tatih di depan rumahnya. Dengan sopan dirinya pun menyapa sang kakek, dan bertanya mau kemanakah kakek tersebut. Lalu sang kakek menjawab bahwa sesungguhnya dia sedang sakit tetapi terpaksa harus berjalan ke warung untuk membeli sesuatu, sementara tidak ada satupun anggota keluarga lain yang cukup sehat untuk membelikan keperluannya itu.
Kemudian Perry bertanya kembali pada sang kakek, kenapa tidak berobat saja jika memang sakit. Lalu kakek itu pun menjawab bahwa sudah ada dukun di rumahnya, yang mengatakan jika mereka satu rumah mau sembuh, mereka harus pindah dari sana, karena letak rumah mereka ada tepat di atas lubang hantu. Namun, sayang menurut kakek itu, dirinya dan keluarganya tidak dapat pindah, karena tak ada lagi tempat bernaung. Mendengar cerita tersebut, Perry pun kembali bertanya, mengapa tidak hantunya saja yang disuruh pindah, mengapa dukun yang mereka percaya tidak mengusir hantu yang mengganggu itu saja? Si kakek kembali bertanya, memangnya bisa hantu diminta pindah. Lalu dirinya menjelaskan pada sang kakek, dan berkata ”Mengapa kita yang harus tunduk pada hantu? Hantulah yang harus pindah, bukan kita.” Lalu terlihat sedikit binar dalam mata si kakek yang mengatakan “kalau begitu tolonglah nak usir hantu itu agar kami tidak perlu pindah”.
Perry menganggap percakapannya dengan sang kakek sebagai sebuah tantangan yang harus dijawab. Lalu dia mempersilahkan sang kakek pulang terlebih dahulu dan berjanji akan datang ke rumah sang kakek. Setelah kakek itu pergi, dia pun masuk ke dalam rumah, dan mengajak istrinya berdoa memohon kekuatan dari Tuhan untuk menghadapi tantangan ini. Dia kemudian membawa tas obat yang setia menemaninya memberikan pelayanan, dan dengan penuh keyakinan melangkah menuju rumah sang kakek, walau dalam batin dan pikirannya pada saat itu, dia belum tahu apa yang akan dihadapinya dan apa yang harus diperbuat setelah melakukan pemeriksaan awal.
Sesampainya di rumah sang kakek, Perry mendapati di rumah tersebut selain ada anggota-anggota keluarga sang kakek, juga ada beberapa anggota keluarganya yang datang menjenguk mereka. Tetapi mereka semua tidak ada yang duduk di tengah-tengah ruangan. Kemudian dia mendapati sesosok yang berpakaian putih serta berjenggot panjang putih, dengan pedupaan yang sedang berasap di depannya. Mungkin inilah sang dukun, pikirnya. Mereka semua terlihat duduk dekat dengan dinding, dan tak seorangpun yang diuduk di tengah ruangan rumah itu.
Kemudian Perry masuk ke dalam ruangan tersebut, dan bersikap seolah-olah memang ada lobang di tengah-tengah ruangan. Jadi dia berjalan pelan-pelan dekat dengan dinding, tidak langsung jalan di tengah ruangan yang kosong. Sambil jalan pelan-pelan dia memperhatikan keadaan rumah itu. Tidak ada jendela di dalam rumah tersebut dan kondisinya gelap, sehingga walaupun siang hari mereka memakai lampu minyak tanah. Asap lampu tersebut membuat dinding jadi hitam. Akhirnya setelah berjalan melewati ruangan tersebut Perry sampai di pintu dapur lalu keluar ke bagian belakang. Tak lama setelah dia keluar dari pintu dapur, Perry pun berkata dengan suara yang agak keras, “Oh, hantu-hantu itu tidak berada di lobang di bawah rumah, tetapi bergelantungan di atas pohon-pohon ini. Coba ke sini, mari lihat!” Rumah itu dikelilingi pohon-pohon manggis, mangga kuini, durian, pisang, dan ada beberapa pohon liar lainnya. Sekitar rumah kotor, termasuk di kolong rumah yang penuh dengan sampah.
Semua yang ada di dalam rumah pun serta merta berhamburan keluar dari arah dapur setelah mendengar perkataan Perry. Dia kemudian berkata. “Lihat, mereka ada di pohon-pohon manggis, mangga kuini, durian, pohon pisang dan pohon-pohon lain itu.” Mereka tampak berusaha melihat ke pohon-pohon itu walaupun mereka tidak melihat sesuatu yang aneh. Sang dukun juga ikut berusaha untuk melihat.
Lalu Perry mengatakan bahwa pohon-pohon itu harus ditebang. Mereka mengatakan takut untuk menebang. Lalu Perry meminta parang mereka, lalu menebangkan parang itu pada setiap batang pohon itu. Oleh karena pohon durian sudah tinggi, dan sering berbuah banyak, dia mengatakan pohon durian ini tidak perlu ditebang, karena hantu-hantu itu tidak lagi mau tinggal di situ. Kemudian dia menganjurkan agar nanti dilanjutkan untuk menebang pohon-pohon itu, dan menegaskan tidak ada lagi yang perlu ditakutkan untuk menebangnya sebab dia sudah memulainya.
Langkah Perry selanjutnya adalah mengatasi sampah-sampah yang ada di sekitar rumah. Dia menginstruksikan para penghuni untuk mengumpulkan sampah-sampah yang ada di kolong rumah, lalu membakarnya, dengan alasan jika halaman dan kolong rumah tidak di bersihkan maka hantu-hantu yang tadinya tinggal di pohon akan berpindah ke sampah tersebut.
Kemudian dirinya mulai melakukan pemeriksaan satu persatu para penghuni rumah tersebut. Dari hasil pemeriksaan ternyata para penghuni rumah sang kakek menderita malaria. Perry kemudian memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang mereka derita. Kabar yang sampai kepadanya setelah itu, beberapa hari kemudian mereka semua telah sembuh tanpa harus pindah dari rumah tersebut.
Perry kemudian merasakan itulah salah satu cara yang efektif digunakan untuk misi mengajarkan pola hidup sehat kepada masyarakat yang masih primitif, yang masih percaya takhyul. Setelah itu baru secara pelan-pelan mereka bisa di arahkan ke pengetahuan akan hukum-hukum kesehatan, dan seterusnya untuk bergantung pada pimpinan Tuhan yang dapat mengalahkan segala kuasa-kuasa kegelapan.